
Gemellaggio Inter Lazio akan menjadi topik kita kali ini, dalam bahasa Italia, gamellaggio dapat diartikan sebagai ‘kerjasama’ atau ‘kembaran’. Namun, dalam dunia sepakbola, khususnya di Italia, Istilah tersebut mengacu kepada aliansi antara ultras Boys San Inter Milan dan Irriducibilli S.S. Lazio. maka tidak heran bila istilah gamellaggio lebih akrab bagi pendukung Inter Milan dan S.S. Lazio.
Sesuai artinya, gamellaggio yang berarti ‘kembaran’, maka klub yang terhubung dalam gamellaggio pastilah memiliki kesamaan sejarah.
Gamellaggio bisa terbentuk karena adanya latar belakang kesamaan, baik sosial, budaya, sejarah, hingga ideologi antar kelompok ultras. Beberapa kelompok ultras garis keras bahkan tidak segan-segan berkorban untuk klub lainnya yang menjadi gamellaggio mereka.
Gemellaggio Inter Lazio dimulai sejak kedua klub didirikan. SS Lazio dibentuk pada tahun 1900, oleh para politisi dan usahawan berhaluan politik kanan dan anti-Yahudi serta berbasis pendukung kaum terpelajar dan kalangan menengah-atas di Roma. Kelompok berhaluan serupa jugalah yang mendirikan Inter pada tahun 1908.
Saat itu, diktator fasis, Benito Mussolini, berkuasa di Italia. Dia memerintahkan agar semua klub di kota Roma di-merger menjadi AS Roma pada tahun 1927. Semua mematuhi, kecuali SS Lazio yang menentang dan tetap berdiri sendiri.
AS Roma dikuasai oleh golongan kiri dan didukung oleh kelas buruh dan masyarakat Yahudi, kelompok serupa yang mendukung klub AC Milan. Sementara itu, Di kota Milan, Mussolini melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh penguasa di Roma.
Inter melakukan penentangan yang sama seperti yang dilakukan SS Lazio di Roma, sehingga Inter harus berganti nama menjadi Ambrosiana Milano. Sejarah awal ini telah menyemai ikatan antara SS Lazio dan Inter, serta menempatkan AS Roma dan AC Milan pada pihak yang berseberangan.
Lazio dan Inter sama-sama menduduki Curva Nord, sementara AS Roma dan AC Milan di Curva Sud. Hal itu makin mempertajam perbedaan ini. Dan, tentu saja, faktor lokasi di Kota yang sama menjadikan persaingan Lazio-Roma, Inter-AC Milan, menjadi semakin memanas.
Lazio dan pendukungnya merasa sebagai yang pertama di Roma, sedangkan AS Roma menganggap dirinya satu-satunya klub yang menyandang nama kota.
Persaingan antara AS Roma dan SS Lazio kian memanas, sehingga Derby della Capitale dinobatkan sebagai derby paling panas di Italia, bahkan di Eropa, melebihi Derby della Madoninna yang mempertemukan Inter vs Milan, Derby Manchester, Manchester United vs Manchester City, bahkan mengungguli El Classico Barcelona vs Madrid.
Jika persaingan Interisti dan Milanisti hanya panas di dunia maya, tetapi bersahabat di dunia nyata, Laziale dan Romanisti berseteru dalam arti sebenarnya, di dunia maya maupun di dunia nyata.
Hampir tak pernah terjadi Derby della Capitale tanpa kerusuhan. Tercatat beberapa nyawa melayang dan ratusan orang telah terluka karena derby ini. Derby della Capitale adalah “neraka” sepakbola Italia.
Kembali ke pembahasan Gamellaggio Lazio-Inter.
Gemellaggio Inter Lazio terjadi sejak lama, Tak pernah ada catatan insiden antara Laziale dan Interisti. Kesamaan aliran politik dan basis pendukung membuat kedua kelompok suporter ini selalu rukun.
Gamellaggio secara formal terjadi saat kedua suporter bertemu dalam final UEFA Cup tahun 1998 di Paris, saat itu, pertandingan dimenangkan oleh Inter dengan skor akhir 3-0. Sikap ksatria Irriducibili Lazio dan sikap simpatik Boys SAN Inter membuat kedua suporter mendapatkan penghargaan fair play dari UEFA. Dan saat itu tercapailah kesepakatan persaudaraan antara Laziale dan Interisti yang makin menguat hingga hari ini.
Kejadian unik yang membuktikan betapa eratnya Gemellaggio Inter Lazio :
5 Mei 2002, Nasib Tragis Alberto Zaccheroni.
Pada pertandingan giornata ke 34, musim 2001/2002, adalah Pertandingan terakhir, karena saat itu, Serie A hanya berisi 18 tim saja. Saat itu terjadi peristiwa yang unik di Stadio Olimpico pada laga yang mempertemukan antara Lazio vs Inter. Saat itu, selangkah lagi Inter dapat meraih gelar scudetto, dengan syarat mampu mengalahkan Lazio di pertandingan terakhir liga. Sebab, mereka unggul 1 poin di atas Juventus dan 2 poin di atas AS Roma pada kelasemen sementara.
Laziale yang dimotori Irriducibili Lazio mendukung Inter habis-habisan dan meminta Lazio kalah, agar yang mendapatkan scudetto adalah Inter, karena mereka tidak rela jika Scudetto diraih oleh Juventus Apalagi AS Roma.
Sayangnya, malam itu para punggawa Nerazzurri gagal meraih kemenangan atas Lazio. Scudetto yang sudah di depan mata sirna, mereka takluk 2-4 dari Biancoceleste. Dan Juventus merebut scudetto dengan 71 poin, diikuti AS Roma dengan 70 poin. Inter sendiri di posisi ketiga dengan 69 poin.
Akibat kejadian ini, Irriducibili Lazio mendemo manajemen Lazio, dan meminta allenatore Lazio saat itu, Alberto Zaccheroni untuk dipecat. Zaccheroni pun akhirnya mengundurkan diri. Dia dimusuhi Laziale justru karena timnya memenangkan laga. Ironis, tapi itulah jiwa Gamellaggio yang dimiliki Irriducibili Lazio, persahabatan dan solidaritas berada pada tempat tertinggi dalam sepak bola.
5 Desember 2007, Stadio Giuseppe Meazza Tanpa Banner dan Flare.
Pada tanggal 11 November 2007, seorang DJ terkenal di kota Roma, Gabriele Sandri, seorang pendukung Lazio, menjadi korban tak berdosa dalam kerusuhan antara sekelompok suporter Juventus dengan kepolisian kota Roma. Sandri tertembak di bagian belakang kepalanya oleh polisi. Kerusuhan pun meledak, menuntut keadilan.
Tidak hanya para Laziale yang menyerang kantor polisi di Roma, namun juga di Milano, oleh Interisti, yang juga menyerang kantor polisi di Milano. Ini menunjukkan solidaritasnya. Untuk menghormati Sandri, Inter menunda pertandingan antara Inter vs Lazio di Stadio Giuseppe Meazza yang seharusnya digelar 14 November, menjadi tanggal 5 Desember 2007.
Saat pertandingan berlangsung, Boys San Inter memprakarsai mengheningkan cipta selama 5 menit di stadion untuk menghormati mendiang Sandri. Dan malam itu, di Curva Nord Giuseppe Meazza, tempat para Interisti, sama sekali tidak terlihat sepotong pun spanduk, banner ataupun sebuah flare yang mereka nyalakan. Kelompok-kelompok ultras Inter hanya membentangkan sebuah spanduk besar dengan tulisan warna biru langit berlatar belakang biru gelap bertuliskan: “Gabriele Sandri, Kau Akan Selalu Berada di Hati Kami”.
Minggu, 2 Mei 2010, Jersey No 12 SS Lazio dikorbankan.
Pertandingan Serie A giornata 36, musim 2009/2010, Stadio Olimpico Roma dipenuhi pendukung Lazio dan Inter. Pertandingan ini sangat menentukan bagi kedua tim. Bagi inter, memenangi pertandingan ini akan mempermudah mereka untuk meraih Scudetto dan akan mengambil alih poisisi cappolista dari AS Roma yang sementara unggul 1 poin.
Sementara itu, Bagi Lazio, dengan memenangkan pertandingan ini akan lebih mengamankan diri dari kemungkinan degradasi ke Serie B, karena saat itu Lazio berada di posisi 17 dan hanya terpaut 4 poin dari zona merah.
Ritual Gemellaggio Inter Lazio dilakukan. Itu hal yang biasa. Yang luar biasa dan diluar nalar adalah, banyak bendera Inter dan spanduk-spanduk pemberi semangat bagi Inter dikibarkan oleh Irriducibili Lazio. Yang paling mencengangkan, tentu saja sebuah spanduk para Laziale yang ditujukkan kepada para pemain Lazio sendiri adalah: “Kalau sampai menit ke 80 Lazio unggul, kami akan masuk ke lapangan!”, namun, Spanduk ini disita polisi. Tak lama kemudian, muncul spanduk-spanduk lain yang tak kalah mengerikan: “Nando, maksudnya Fernando Muslera kiper Lazio. biarkan bola melewatimu, dan kami akan tetap menyayangimu.” “Zarate, satu gol saja kau cetak, kami paketkan kau ke Buenos Aires.”
Para pendukung Lazio ingin agar Inter mengalahkan timnya malam itu, agar melancarkan jalan Inter menuju scudetto. Mereka lebih memilih resiko Lazio turun ke Serie B, daripada AS Roma yang memperoleh scudetto.
Suasana pertandingan pun menjadi sangat aneh. Lazio sama sekali tidak memperoleh dukungan dari fans-nya sendiri meski bermain di Olimpico. Sebaliknya, Inter sebagai tamu justru memperoleh dukungan luar biasa. Setiap kali pemain Inter menguasai bola, para Laziale berteriak, “Biarkan mereka lewat!” Malam itu portiere Lazio, Fernando Muslera, bermain sangat gemilang. Tak kurang dari 10 penyelamatan luar biasa dilakukannya. Tiap kali Muslera menggagalkan gol Inter, teriakan cemoohan pun berkumandang ke arahnya. Akhirnya pada injury time babak pertama, tandukan Walter Samuel mengubah skor menjadi 0-1. Stadion bergelegar dan muncul spanduk ejekan dari Laziale, bertuliskan, “Oh, Noooo Roma!” dan, “Scudetto Game Over, Roma!”
Di babak kedua mental pemain Lazio, kecuali Muslera yang tetap bermain gemilang pun runtuh. Kesalahan demi kesalahan dilakukan, dan membuat Thiago Motta menggenapkan kemenangan Inter menjadi 0-2 di menit ke 70. Di akhir pertandingan, para pemain Lazio meninggalkan stadion dengan sedih dan marah, karena merasa “dihianati” Laziale. Presiden Roma, Rosella Sensi mengecam habis-habisan ulah Laziale tersebut.
Jose Mourinho hanya berkomentar pendek, “Saya belum pernah menyaksikan yang seperti ini.” Asisten pelatih Lazio mengakui bahwa anak asuhnya sangat terpengaruh oleh suasana stadion dan tidak bisa menampilkan performa terbaiknya.
Pada akhirnya Inter merebut scudetto 2009/2010 dengan keunggulan 2 poin atas AS Roma. Sementara itu, Lazio mampu memenangi 2 laga sisa, sehingga mereka terhindar dari degradasi, mereka finish di urutan ke 12 klasemen. Akibat Insiden ini, presiden Lazio, Claudio Lotito marah besar.
Pada Tahun 2003, management Lazio memutuskan untuk mengistirahatkan jersey no. 12 sebagai penghormatan pada Irriducibili Lazio sebagai “pemain ke 12”. Tetapi karena kejadian itu, ditambah lagi dengan kehadiran politisi lawan Lotito di tribun Irriducibili Lazio beberapa pertandingan sebelumnya, maka jersey no. 12 ditarik kembali dari peristirahatannya, dan pada musim 2010/2011 dipakai oleh portiere kedua Lazio, Tomasso Berni. Musim 2011/2012 jersey no 12 dipakai oleh difensore, Marius Stankevicius. Satu lagi bukti nyata, bahwa bagi Irriducibili, persahabatan dan solidaritas adalah yang terpenting.
Sabtu, 23 April 2011, Stadio Giuseppe Meazza, San Siro, Milano.
Menjelang laga Inter vs Lazio di pekan-pekan akhir yang krusial di Serie A musim 2011/2012. Lazio sedang bersaing keras dengan Udinese untuk mengamankan tempat di UCL dan Inter sedang berjuang keras menghidupkan asa meraih scudetto yang hampir pasti diraih AC Milan.
Ketika kedua tim memasuki lapangan, dari salah satu bagian stadion, puluhan flare warna biru langit dinyalakan, disusul teriakan ribuan orang: “A Roma Ce Solo Lazio” yang artinya, “Di Kota Roma Hanya Ada Lazio”. Kita yang hanya menyaksikan lewat televisi tentu mengira itu adalah ulah suporter Lazio. Sebenarnya bukan, flare dan teriakan itu justru dilakukan dari Curva Nord Stadio Giuseppe Meazza oleh puluhan ribu Interisti yang tergabung dalam Boys San, dan beberapa kelompok ultras Inter lainnya.
Setelah itu, Irriducibili Lazio menyalakan flare warna biru gelap, dan para Laziale meneriakkan “Forza Inter Ale”. Itu adalah ritual selamat datang dari Interisti untuk Laziale, dan tanda persahabatan Laziale bagi Interisti.
Ritual itu sudah berusia lebih dari satu dekade, sejak kedua kelompok suporter ultras menjalin gamellaggio. Di Stadio Olimpico, ritual dilakukan sebaliknya. Irriducibili Lazio menyalakan flare biru gelap disertai teriakan “Forza Inter Ale” dan dibalas oleh Interisti dengan flare biru langit dan teriakan “A Roma Ce Solo Lazio.”
Mengapa kita bersahabat dengan Lazio? Karena sama-sama menempati Curva Nord? Dan mengapa Lazio berseteru dengan AS Roma? Karena menghuni kota yang sama?. Itu memang salah satu alasan tetapi latar belakang sesungguhnya adalah sebuah sejarah panjang dan kompleks, itu dimulai bahkan dari saat awal eksistensi kedua klub itu.
Bagaimana dengan Laziale dan Interista di Indonesia, apakah juga sama dengan Gemellaggio Inter Lazio di Italia, kami harap juga sama, seluruh Tifosi Serie A Rukun, Damai, Bahagia Selamanya.